Tuesday, January 7, 2014

5 januari 2014

Pagi-pagi, setelah subuh pergi dan matahari mulai terbuka dari terselubung malam.
Bersama kuda besi aku bergerak menuju Ulee kareng, walau berputar-putar sejenak, menikmati pagi.
Tujuannya utamanya bukan Ulee kareng namun menuju jembatan besar [aku lupa nama jembatan tersebut].

Misi pagi ini adalah melihat, mengitung serta menulis berapa jumlah, dan burung apa saja yang berada seputaran sungai (berdekatan dengan jembatan tersebut). namun misi tersebut gagal, karena untuk menuju sungai tersebut maka saya harus melewati kebun rumput gajah penduduk dan Weu leumoe punya masyarakat setempat. Bukan masalah jika melawti tumput tersebut, namun setelah di guyur hujan berhari-hari yang lalu, jalanan menuju ke sungai tersebut sangai becek parah. Persiapan ku kala itu tidak terlalu tepat untuk medan tersebut. Maka aku mengurungkan niatku untuk menjejakkan kaki ku ke ujung, ke pinggir sisi sungai tersebut.
Dan tentu saja karena hal sepel tersebut, misi pagi gagal..

Aku bergegas pergi dengan menggerakkan motor menuju ke darussalam.
PAgi minggu, sehingga banyak sekali orang yang berlalu lalang di sepanjang jalan walau hanya sekedar berlari-lari kecil, bersepeda, sarapan dengan sahabat, dengan orang yang dicintai, anak, istri, atau  sekedar ngopi pagi bersama untuk mengeratkan silaturrahmi dan sebagainya.
memang cuaca pagi  sungguh hangat dengan kicauan burung, walau matahari masih  senggan untuk menampakkan warna kehangatannya di langit..

Ngopi,, ehm memang  itu pilihan yang menarik di pagi ini.
bergegas aku melangkah menuju ke warung kopi yang ada di jalan lingkar kampus. Dekmi.
aku ingat dulu setelah stunami melanda Aceh pada tahun 2004 silam, suasana di sepuran jalan ini begitu mencekam, mayat-mayat yang masih di tutup dengan kain seadanya tergelatak di pinggir jalan dan belum di kebumikan, serta sampah yang masih bertebaran dan menggunung di beberapa titik.

setelah memesan secangkir kopi dan di suguhi kue basah yang masih baru.
aku mengeluarkan buku karangan Ali kodra di Atas meja dan mencoba mencerna beberapa kata sambil menyeruput kopi hitam. Suasana pagi itu sungguh anggun, belum banyak anak muda, dan bingar warung kopi belum terasa.

Setelah menghabiskan satu bab bacaan dan beberapa potong  kue serta segelas kopi, aku melangkah pulang dan menyelesaikan rutinitas minggu.

Hari itu tanggal 5 januari 2014, undangan bahagia datang dari salah seorang teman seangkatan kuliahku dulu.
Dia menikah hari ini :D
aku hampir saja melupakan hari sakralnya.
janji sudah di buat dengan beberapa sahabat yang lain, tinggal berbenah dan dandan sedikit.

Kami janjian di seputaran emperom, karena kuda besiku  kutitipkan di rumah bang idrus.
kami pergi bersama-sama dengan memakai mobil irhas (cemburu juga dengan dia, seangkatanku, sduah berkeluarga, memiliki anak 2 dan mobil sederhana sebagai kendaraan keluarga.)
di dalam mobil telah ada fauza, irhas, istrinya dan sahabatku linda yang selalu galau.. :)

"kamu pa, hari ini benar-benar perempuan.." seru fauzan sambil tersenyum.
"Kan gak pa-pa sekali kali cantik ke tempat kawan.." jawabku sambil tertawa.

Selalu di liputi rasa bahagia jika berjumpa dengan mereka, selalu saja ada bahan menarik dan ringan yang di bicarakan. benar-benar nyaman.

Siang itu Fizail begitu gagah dengan memakai baju acehnya ( Acara Lintat Linto baroe) berjalan dengan lancar dan rame.
lepas menyicipi suguhan tuan rumah dan berpamitan dengan Fuzail kami pun melangkah pulang.
"asiiik hari ini perbaiki gizi..!" ujarku sumringah kepada teman-temanku..
"tenang pa, masih ada satu tempat lagi yang akan kita datangi.." jawab irhas
"apa??"
"iya, kita akan pergi ke pestanya mantan tentanggaku dan juga anak atasaku.."
jawab irhas mantap..
[tuink-tuink... padahal kala itu perutku sudah kepenuhan makanan, ah irhas tidak memberi tahukan awal, seharusnya bisa mempersiapkan "bagasi" perut untuk 2 tempat acara...!! ]
kami hanya saling pandang-pandang mata saja dengan linda sambil tersenyum...

"asiiiikkkk makan-makan lagi kita..!!"

Friday, January 3, 2014

Hujan dan drainase

hujan....
Banyak yang mengatakan jika hujan itu membawa berkah..
Namun berbanding terbalik dengan beberapa penduduk yang tinggal di kawasan yang sangat rentan terhadap suatu kondisi yang bernama "banjir" atau tergenang air...

Begitu juga dengan kakakku yang tinggal di Pidie Jaya, di suatu kampung bernama Tepin Pukatyang sedang mengalami pelebaran jalan untuk memuat kenderaan roda 2 dan roda 4 yang kian banyak.
"semenjak ada tanggul itu, setiap hujan datang, maka air akan tergenang"
serunya sambil melepas pandangan kehalaman rumah yang sudah tergenang air, dan becek..
 padahal hujan hanya mengguyur satu hari.
[bagaimana jika mengguyur sampai 2 atau 3 hari]

Hal ini tidak jauh berbeda dengan ucapan kak zakiah siang tadi...
"Karena hujan semalam, air merembes masuk ke dapur hingga ke mata kaki, padahal dulu tidak pernah. Itu karena di buat got, jadi ketika hujan turun, air tidak tau mengalir kemana.."

Dan ucapan itu sering sekali aku mendengar dari beberapa orang, bukan dari kakak ku saja ataupun dari kak zakiah.
Dan ketika hujan mengguyur kota banda aceh, maka air hujan akan menggenang di beberapa tempat, nah yang anehnya justru air tersebut menggenang bertepatan di sebelah saluran air (darinase) yang di buat untuk mengalirkan air tersebut.
Aneh...
Jadi fungsi drainase itu untuk apa??
atau ada yang salah dengan tata letak atau pembangunan darinase itu sendiri.

Hujan juga menjadi juri yang sangat pasti untuk memperlihatkan hasil kinerja dari pemerintah dalam membuat saluran air.. [juri yang tidak bicara, namun memperlihatkan segalanya]
jika memang saluran air itu bagus maka ketika hujan, air tidak akan tergenang,namunyang terjadi justru sebaliknya. bahkan di beberapa titik air menggenang parah.

Keheranan justru bertambah lagi, jika ingin membandingkan hasil buatan belanda [yang konon katanya penjajah itu] hasil bangunan mereka berdiri kokoh hingga ratusan tahun dan masih dapat berfungsi dengan baik hingga sekarang, dan mereka membuatnya dengan pertimbangan yang cukup baik dan di bangun sebelum dunia ini canggih dan modern (dengan perlengkapan yang sangat manual).
Seharusnya dengan perkembangan dunia yang semakin canggih dan modern ini, pembangunan yang telah di buat menghasilkan karya yang jauh LEBIH bagus dari pada hasil karya belanda yang dibuat ratusan tahun yang lalu.
NAMUN...
Lihatlah buah karya dari anak negeri untuk negerinya sekarang ini.
di buat di jaman modern dengan tehnology yang canggih sekarang, Namun hasilnya justru sangat buruk..
contohnya saja drainase tersebut..
seakan-akan drainase itu dibangun tanpa memiliki fungsi apapun, di buat hanya untuk menambah asesoris tata ruang saja..

Malam kian larut, dan hujan melai kembali mengguyur kota ku, memberikan rahmat yang Allah berikan yang tidak jua padam..
Keserakahan manusia yang membuatnya menjadi petaka bagi rakyat kecil...
Hujan laksana doa bagi Alam.. ,Mendoakan bumi dengan segala bentuk yang di berikan..
kesejahteraan bagi alam yang kering, kehidupan bagi tanah yang gersang.
dan hujan [air] adalah sumber dan cikal bakal kehidupan.
tak dapat di pungkiri.

Sambil menikmati suara hujan yang mulai berdendang di atas seng, aku kembali menyeruput seteguh cairan hitam, kopi.
Gut nite, berkah untuk semua ||


Thursday, January 2, 2014

Pergantian tahun dan sedikit mengulang memori

hari ini di penghujung tanggal  31 Desember, sekaligus penghujung tahun 2013.
Suasana kota banda Aceh 9mungkin juga seluruh aceh) mendung dan hujan rintik-rintik menyemarak suasana bagi penggelana agar terjerebab ke tempat tidur dan mendengkur..
Namun memurungkan wajah si pencari bingar tahun baru, karena spanduk bertumpah ruah untuk melarang perayaan tahun baru, satpol PP dan juga WH ikut berjamur di sepanjang jalan, seakan-akan perayaan tahun baru adalah penyakit yang harus segera di congkel keluar..

ah lupakan saja mereka..

aku??
jangan tanya aku...!!
planning ku semua buyar..!!
ke pulau, ke kota tinggi atau ke... lupakan..!!
aku tidak ingin mengingat untuk sejenak.
toh, kuda besiku sudah dua bulan belum di servis.

Mencoba menghilangkan suntuk, aku kembali membuka lembar-perlembar kenanngan gambar (foto) yang pernah kutoreskan bersama mereka sahabat-sahabatku..

Bersama Evi dan fitria kami pernah menuju puncak goh lumoe. Dasar memang nekat, kala itu tidak satupun dari kami pernah menjejakkan kaki di puncak itu. sore tepat pukul 16.00 WIB setelah mengisi air untuk perbekalan di rumah penduduk dan meminta izin dari geuchik desa lam guron, kami pun bergerak menuju pintu rimba. kala itu belum ada anak tangga beton seperti sekarang. Hutannya juga masih rimbun dan kebun belum banyak yang di bersihkan.

Seperti biasa, berdoa selalu dilakukan sebelum pendakian.
Perbekalan kami bawa  pun tidak begitu banyak, hanya daypack kecil di punggung masing-masing yang sudah terisi tenda, trangia, SB, Baju ganti, Parang, sayur mayur, beras,  piring en gelas, spritus, Jerigen dan perkakas lainnya yang sudah terbagi rata.

Kala itu Butet yang paling kecil di antar aku dan badak (asikkan kalau di panggil badak :P ), posturnya imut-imut namun tenaganya kuda. tidak pernah mengeluh selama perjalanan, dan selalu tertawa lepas. ah itu perempuan memang sangat jago kalau sudah di depan trangia, dia akan betah berlama-lama mengolah makanan, kemudian dilanjutkan dengan menyeduh kopi dan mengolah makanan lainnya.

Nyaris kami tidak bertemu dengan peladang selama kami melintas, terlihat di kiri kanan jalur yang kami tempuh, pohon cengkeh yang sudah besar dan banyak namun tertutup oleh semak belukar, terlihat sekali kalau ini kebun yang dimiliki penduduk namun di tinggalkan ketika masa konflik memanas di Aceh.  Tidak hanya cengkeh, namun pohon durian yang tinggi-tinggi ikut menyemarakkan  perjalanan, namun tidak jauh berbeda dengan pohon cengkeh tadi pohon durian juga bersaing ketat dengan semak belukar yang padat.
Diantara semak tersebut di penghujung jalan setapak yang kecil kami menemukan sebuah pondok yang kerap di pakai oleh peladang, namun pondok itu tidak terlalu terurus, seperti rusak dimakan waktu, walu terlihat beulangong tanoh dan batee seumeupeh yang tersusun rapi.

Dari pondok kecil di dalam hutan itu kami mengambil jalur kekanan.
Alhamdulillah kami membawa parang kecil, sehingga jika ada belukar yang menghambat di dalam perjalanan  segera kami tebas. dari sini pendakian sudah mulai terlihat berbeda dengan jalur yang kami tempuh tadi, jalur sudah mulai curam dan padat dengan semak belukar di beberapa titik.
Jangan tanya semangat kami, masiiih full... :D

Ehm.. sedikit aku perkenalkan si badak ini, kalau butet tenaga kuda maka badak ini memang bertenaga badak, maklum saja saya, perempuan ini berasal dari dataran tinggi gayo yang berkelok-kelok, wajar saja tenaganya badak, sitiap hari dia di tempa oleh alam takengon untuk naik turun lembah diantara kebun kopi yang padat. Perempuan ini begitu tangguh dan juga penyuka gunung, tenaganya selalu ada seakan-akan "power bank" ikut menyertai setiap langkahnya.. heran saya... :P

Jujur aku sangat menyukai perjalanan jika dilakukan satu tim perempuan semua, aku bisa lega dari kepanasan karena bisa membuka kerudung, sehingga semilir angin bisa langsung membasuh peluh (nikmatnya). Dan tentu saja bebas untuk berekspresi, dan tidak perlu canggung :D
(hal yang sama dirasakan jika perjalanan di lakukan oleh laki-laki saja)

Disepanjang perjalanan, sekali-kali kami berhenti apalagi jika di tempat itu pemandangannya begitu indah memandang lautan dari sela-sela pepohonan apalagi angin semilir berhembus dan menerpa wajah..
Kami bertiga berjalan beriringan, kadangkala badak di depan, butet di tengah dan  aku di belakang, sesekali formasi itu juga berubah, menjadi butet, badak dan aku atau aku, butet dan badak. Semua mengalir begitu saja, karena tidak ada leader di tim kami. :)

Ada salah satu bagian yang aku senangi, di lereng yang batuannya begitu rapuh, harus berhati-hati dalam melangkah dan berpegangan, namun diantara perdu dan semak, diatas sebuat tebing yang tidak terlalu tinggi kami bisa berdiri sambil menikmati pemandangan yang begitu indah setelah melewati canopi hutan yang lumayan padat walaupun tidak terlalu tinggi, sedikit pemandangan merupakan bonus yang tidak terkira, berdiri sejenak sambil meresapi belaian angin (kalau kata Gie :D )

Perjalanan santai, diantara semak-semak yang tajam, bebatuan yang cadas (karena goh leumo merupakan kawasan batuan karst ), angin semilir berhembus, kami begitu menikmati perjalanan walau kadang sedikit berbicara karena pengaturan nafas yang perlu di tatar dengan baik dan juga mencoba mencerna dengan hati akan setiap hal-hal baru dari langkah baru yang tertapaki. Alam sangat bersahabat, cerah.

Goh Leumo, salah satu gunung yang paling berdekatan dengan kota Banda aceh, terletak di Aceh Besar. Bisa di daki melalui desa Lam Guron, Desa Lam badeuk maupun dari lhok nga, kalau tidak salah gunung itu juga termasuk paling banyak jalurnya, dari mulai jalur peladang hingga jalur yang di buat oleh pendaki (Anak MAPALA)
Maka jika salah pengambilan jalur, maka anda akan berhadapan dengan tebing yang curam, yang susah untuk didaki (jika tidak membawa alat), kecuali mencari jalur baru lagi.

Setelah melewati lereng yang terjal kemudian kami berada di punggungan yang sangat nyaman, karena begitu teduh dan tenang. Dan daerah ini juga termasuk bagian yang paling aku senangi karena begitu damai berada di bawah pepohonan yang menjulang tinggi dengan tumpukan serasah yang menebal di bawahnya dan juga akar pepohonan yang memintal padat seakan-akan memberikan janji kepada kita jika tanah disini aman dan tidak akan tergerus oleh air hujan yang lebat. Sampai disini sudah sore, kami harus mempercepat langkah kami menuju ke sisi kiri, dengan target puncak. Diantara banir pohon tersebut kami bergerak cepat dan teratur, suasana sore dan pepohonan yang semakin padat membuat suasana di hutan menjadi gelap..

Kemudian kami berjumpa sebuah persimpangan, satu jalur menuju kekiri dan agak sedikit menurun serta rimbun sedangkan jalur satu lagi menuju kekanan dan sedikit mendaki, kami bingung di jalur ini, dan suasana hutan telah menjadi gelap, akhirnya aku mencoba berjalan kesisi kiri (entah mengapa aku begitu yakin kesana) kemudian badak memanggilku dari belakang
"kemana cel, itu menurun..!"
"gak pa-pa Aku coba lihat dulu jalurnya.."
dan beberapa langkah di depan aku melihat sebuah drum besar yang di pakai untuk menampung air,
"ada drum besar disini... kemungkinan kemari jalurnya.." seru ku..
Kami pun mencoba menyusur jalur itu diantara kegelapan senja, dan memang jalur itu jalur menuju puncak, memang agak sedikit menurun sebelum tanjakan, mungkin jalur itu di buat untuk menghindari semak belukar yang lebat disisinya...

Alhamdulillah pilar terlihat dengan sangat gagah, kami tiba dari sisi kiri pilar,
pada saat itu kami begitu lega, terdengar sayup-sayup dari jauh suara azan yang berkumandang, dan tepat pukul 19.00 WIB kami sampai ke puncak..
:D
bahagia rasanya..
Tanpa Berleha-leha kami mulai berbagi tugas tanpa ada yang mengkomandoi, masing-masing tau diri untuk tidak diam dan bergerak berbuat sesuatu, mengeluarkan tenda, dan mendirikannya bersama-sama, kemudian mencari kayu dan memasak untuk makan malam..

lelah itu tergantikan kawan, dengan kerlipan lampu yang begitu riuh di bawah..
dan malam itu kami menikmati dengan secangkir kopi dan api unggun yang anggun...||

malam ini??
aku melawatinya di rumah bersama dinding-dinding dingin ini...

rindu kalian badak dan butet.. :*